Rabu, 27 November 2013

Kebudayaan Indonesia

  Provinsi Jambi memiliki Penduduk asli yang terdiri dari beberapa suku bangsa, antara lain Melayu Jambi, Batin, Kerin­ci, Penghulu, Pindah, Anak Dalam (Kubu), dan Bajau. Suku bangsa yang disebutkan pertama merupakan pen­duduk mayoritas dari keseluruhan penduduk Jambi, yang bermukim di sepanjang dan sekitar pinggiran sungai Batanghari.
  Apabila dipandang dari sudut pandang antropologi fisik,sebagian besar suku bangsa di Sumatra, salah satunya Jambi yang utama adalah berasal dari suku Deutro Melayu atau Melayu Muda pada sekitar tahun 300 SM, datang dengan peradaban yang lebih maju dan telah memiliki hubungan dengan dunia luar. Maka secara otomatis mendesak dua bangsa sebelumnya yakni Weddoide dan sebagian bangsa Proto Melayu ke pedalaman.
  Kelompok melayu yang berada di daerah Jambi, lebih banyak bersentuhan dengan kelompok Kubu, sehinga mempunyai model-model yang berbeda dengan kelompok-kelompok melayu yang bersentuhan dengan kelompok Sakai di Riau atau kelompok Minangkabau di Sumbar.
  Di Kabupaten Tanah Datar sebagai pusat Kerajaan Pagaruyung sendiri, terdapat sebuah daerah, yaitu Kubu Kandang. Merekalah yang diperkirakan bermigrasi ke beberapa wilayah di Jambi bagian barat. Ada juga yang menyatakan bahwa mereka berasal dari daerah Batipuh khususnya Kubu Kerambil (Sumatra Barat) yang mengungsi ke hutan pedalaman karena menolak pengaruh budaya Islam demi memertahankan kepercayaan animismenya.
  Pernyataan lain menyebutkan bahwa pada abad ke 11, di Jambi telah berdiri kerajaan maritim yang bernama Sriwijaya, pengaruhnya telah menguasai sebagian selat Malaka dan memiliki hubungan internasional. Namun pada tahun 1025, kerajaan Chola dari India Selatan menyerang kemudian menaklukan Sriwijaya dan menguasainya. Pada saat itu, sebagian penduduk Sriwijaya yang tidak mau dikuasai orang asing, kemudian mereka berpindah ke hutan dan seterusnya hidup di hutan. 
  Sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa perilaku Orang Rimba Kubu yang terbelakang, disebabkan beratus tahun moyang mereka hidup di tengah hutan, tidak mengenal peradaban. Kehidupan mereka sangat dekat dan bergantung pada alam. Beranak pinak dalam rimba, makan sirih, berburu, dan meramu obat alam, sehingga lupa dengan peradaban orang desa. Maka kemudian terbentuk menjadi Orang Rimba.
   Menurut tradisi lisan suku Anak Dalam merupakan orang Maalau Sesat, yang melarikan diri ke hutan rimba di sekitar Air Hitam, Taman Nasional Bukit Duabelas. Mereka kemudian dinamakan Moyang Segayo. Tradisi lain menyebutkan mereka berasal dari Pagaruyung, yang mengungsi ke Jambi. Ini diperkuat kenyataan adat suku Anak Dalam punya kesamaan bahasa dan adat dengan suku Minangkabau, seperti sistem matrilineal.
  Mereka hidup seminomaden, karena kebiasaannya berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Tujuannya, bisa jadi “melangun” atau pindah ketika ada warga meninggal, menghindari musuh, dan membuka ladang baru. 
  Mereka tinggal di pondok-pondok, yang disebut sesudungon, bangunan kayu hutan, berdinding kulit kayu, dan beratap daun serdang benal. Cara bertahan hidup mereka dengan berburu, makan buah-buahan di hutan, dan mengonsumsi air dari sungai yang diambil dengan bonggol kayu. Makanan mereka bukan hewan ternak, tetapi kijang, ayam hutan, dan rusa. Kehidupan mereka semakin tergerus seiring dengan hilangnya sumber daya hutan yang berada di Jambi.
 






Sumber :

Manusia dan Keadilan



TUGAS KELOMPOK
ILMU BUDAYA DASAR
“MANUSIA DAN KEADILAN”
1EA02



Diaz Pradana Putra (12213411)
Fauzan Dwi Yudhanto (13213318)
Gideon Andreas (13213719)
Ravico Edward (17213330)
M.Helka Farras (15213962)
Kaha Rudinsa (14213749)
Batara Sinaga (11213646)




Manusia dan Keadilan

MANUSIA
Manusia dalam kehidupan sehari-sehari dapat dibedakan menjadi berbagai macam segi, baik itu dari segi biologis, rohani, dan kebudayaan.  Dari segi biologis perbedaannya bisa terlihat dari bentuk fisik contohnya. Dari segi rohani manusiapun memiliki hak untuk menganut kepercayaan yang dipercaya. Sedangkan dari kebudayaan, manusia juga memiliki perbedaan karakteristik habitat asal tempat mereka hidup.

KEADILAN
Keadilan dapat di definisikan sebagai suatu kondisi yang benar dan tidak memihak golongan tertentu.  Menurut John Rawls seorang filosof asal Amerika menyatakan bahwa Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran". Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya.
Di dalam perkembangan pemikiran filsafat hukum dan teori hukum, tentu tidak lepas dari konsep keadilan. Konsep keadilan tidak hanya pemikiran satu orang ahli saja. Banyak  para pakar dari berbegai didiplin ilmu memberikan jawaban apa itu keadilan. Thomas Aqunas, Aristoteles, John Rawls, R. Dowkrin, R. Nozick dan Posner sebagian nama yang memberikan jawaban tentang konsep keadilan.
Dari beberapa nama tersebut John Rawls, menjadi salah satu ahli yang selalu menjadi rujukan baik ilmu filsafat, hukum, ekonomi, dan politik di seluruh belahan dunia, tidak akan melewati teori yang dikemukakan oleh John Rawls. Terutama melalui karyanya A Theory of Justice, Rawls dikenal sebagai salah seorang filsuf Amerika kenamaan di akhir abad ke-20. John Rawls dipercaya sebagai salah seorang yang memberi pengaruh pemikiran cukup besar terhadap diskursus mengenai nilai-nilai keadilan hingga saat ini.

Akan tetapi, pemikiran John Rawls tidaklah mudah untuk dipahami, bahkan ketika pemikiran itu telah ditafsirkan ulang oleh beberapa ahli, beberapa orang tetap menggap sulit untuk menangkap konsep kedilan John Rawls. Maka, tulisan ini mencoba memberikan gambaran secara sederhana dari pemikiran John Rawls, khususnya dalam buku A Theory of Justice. Kehadiran penjelasan secara sederhana menjadi penting, ketika disisi lain orang mengangap sulit untuk memahami konsep keadilan John Rawls.
Teori keadilan Rawls dapat disimpulkan memiliki inti sebagai berikut:
  1. Memaksimalkan kemerdekaan. Pembatasan terhadap kemerdekaan ini hanya untuk kepentingan kemerdekaan itu sendiri,  
  2.   Kesetaraan bagi semua orang, baik kesetaraan dalam kehidupan sosial maupun kesetaraan dalam bentuk pemanfaatan kekayaan alam (“social goods”). Pembatasan dalam hal ini hanya dapat dizinkan bila ada kemungkinan keuntungan yang lebih besar. 
  3.    Kesetaraan kesempatan untuk kejujuran, dan penghapusan terhadap ketidaksetaraan berdasarkan kelahiran dan kekayaan.

Untuk meberikan jawaban atas  hal tersebut, Rows melahirkan 3 (tiga) pronsip kedilan, yang sering dijadikan rujukan oleh bebera ahli yakni:
  1.          Prinsip Kebebasan yang sama (equal liberty of principle) 
  2.      Prinsip perbedaan (differences principle)
  3.      Prinsip persamaan kesempatan (equal opportunity principle)

Rawls berpendapat jika terjadi benturan (konflik), maka: Equal liberty principle harus diprioritaskan dari pada prinsip-prinsip yang lainnya. Dan, Equal opportunity principle harus diprioritaskan dari pada differences principle.

MAKNA KEADILAN

Banyaknya perbedaan yang ada dalam masyarakat bukanlah hal yang dapat menjadi penghalang bagi kita dan umat manusia lainnya untuk berinteraksi. Beberapa wujud keadilan antar sesama manusia dapat kita lihat dalam sila yg tertulis dalam pancasila,dalam sila kelima tertulis “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dari pancasila itulah kita harus dapat mempelajari dan memahami pentingnya bersikap adil kepada sesama manusia, dengan begitu setiap individu masyarakat lebih dapat menghargai orang lain dalam segala hal yg akan berdampak pada terciptanya individu manusia yg baik, yang dapat juga menjadikan kehidupan di negara kita menjadi lebih baik pula.